Mocoan Lontar Yusuf adalah tradisi yang dilakukan suku Osing Banyuwangi berupa pembacaan lontar (naskah) Yusuf. Lontar Yusuf merupakan kitab bertuliskan huruf Arab dengan bahasa Jawa Kuno yang dikenal oleh suku Osing sejak agama Islam masuk ke Banyuwangi.
Lontar Yusuf digunakan sebagai sarana berdoa oleh suku Osing kepada Tuhan yang diharapkan agar memiliki kehidupan seperti Nabi Yusuf. Dinamakan Lontar Yusuf karena sebelum ada kertas, kisah Nabi Yusuf ditulis di daun lontar.
Selain itu, bentuknya berupa puisi tradisional yang terikat dalam aturan yang disebut pupuh. Terdapat 12 pupuh, 593 bait, dan 4.366 larik di dalam Lontar Yusuf. Jenis pupuh dalam Lontar Yusuf ada empat yaitu kasmaran, durmo, sinom dan pangkur.
Mocoan Lontar Yusuf merupakan tradisi yang erat dengan kehidupan spiritualitas warga suku Osing dan terus dilestarikan hingga saat ini. Berikut, fakta-fakta menarik Mocoan Lontar Yusuf yang dikutip Liputan6.com dari Banyuwangikab, Kamis (29/8/2019).
1. Ditetapkan Sebagai Warisan Budaya Tak Benda
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menetapkan salah satu tradisi budaya masyarakat suku Osing Banyuwangi yakni Mocoan Lontar Yusuf sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) 2019.
"Alhamdulillah, pada tahun ini budaya dan tradisi Banyuwangi kembali dietapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda, melengkapi tradisi lain yang telah ditetapkan sebelumnya. Selain aspresiasi dari pusat, ini akan menambah semangat untuk terus lebih giat menjaga dan melestarikan tradisi luhur Banyuwangi," tutur Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, Selasa (27/8/2019).
2. Mocoan Lontar Yusuf Biasanya Dilakukan Sebagai Pengiring Ritual Tradisi
Mocoan lontar biasanya digelar sebagai bagian dari acara tradisi di Banyuwangi. Seperti acara ruwatan , bersih desa, atau petik laut serta pada acara ritual peralihan (tujuh bulanan, kelahiran, khitanan, pernikahan).
Mocoan Lontar Yusuf berlangsung selepas isya dan baru berakhir menjelang subuh hingga lontar Yusuf itu khatam.
3. Mocoan Lontar Yusuf, Tirakat Suku Osing Banyuwangi
Mocoan lontar Yusuf merupakan suatu ikhtiar untuk mengambil berkah dari kemuliaan para nabi. Diyakini dengan pembacaan lontar, harapan dan keinginan bisa terkabulkan. Meski arti bahasa lontar Yusuf ini tak dimengerti, kesakralannya tetap diyakini.
Maka tak heran jika para pendengar mocoan kerap menitipkan benda-benda yang terkait dengan hajatnya. Benda tersebut diletakkan di bawah lontar yang akan dibaca, agar terkabul harapannya. Seperti bedak dan sisir, sebagai keinginan memiliki rupa yang menarik dan memesona seperti Nabi Yusuf.
Mocoan Lontar Yusuf is a tradition carried out by the Osing Banyuwangi tribe in the form of reading Yusuf's lontar (script). Lontar Yusuf is a book written with Arabic letters in Old Javanese which is known to the Osing tribe since Islam entered Banyuwangi.
Lontar Yusuf is used as a means of praying by the Osing tribe to God who is expected to have a life like the Prophet Yusuf. It is called Lontar Yusuf because before paper, the story of the Prophet Yusuf was written on palm leaves. In addition, the form is in the form of traditional poetry which is bound by a rule called pupuh. There are 12 stanzas, 593 stanzas, and 4,366 lines in Lontar Yusuf. There are four types of stanzas in Lontar Yusuf, namely kasmaran, durmo, sinom and pangkur.
Mocoan Lontar Yusuf is a tradition that is closely related to the spiritual life of the Osing people and has been preserved to this day. The following are interesting facts from Mocoan Lontar Yusuf, quoted by Liputan6.com from Banyuwangikab, Thursday (29/8/2019).
1. Defined as Intangible Cultural Heritage
The Ministry of Education and Culture of the Republic of Indonesia established one of the cultural traditions of the Osing Banyuwangi tribe, namely Mocoan Lontar Yusuf as an Intangible Cultural Heritage (WBTB) 2019. "Alhamdulillah, this year Banyuwangi culture and traditions are again designated as Intangible Cultural Heritage, complementing other traditions "As well as the aspirations from the center, this will add to the spirit to continue to be more active in maintaining and preserving the noble traditions of Banyuwangi," said Banyuwangi Regent Abdullah Azwar Anas, Tuesday (27/8/2019).
2. Mocoan Lontar Yusuf Usually Performed as Accompaniment of Rituals
The Mocoan lontar tradition is usually held as part of a traditional event in Banyuwangi. Such as rituals of ruwatan, cleaning the village, or picking the sea as well as in transitional rituals (seven months, births, circumcisions, weddings). Mocoan Lontar Yusuf took place after evening and only ended before dawn until Yusuf's lontar was finished.
3. Mocoan Lontar Yusuf, Tirakat from the Osing Banyuwangi tribe
Mocoan Lontar Yusuf is an attempt to take blessings from the glory of the prophets. It is believed that by reading lontar, hopes and wishes can be granted. Although the meaning of Yusuf's lontar language is not understood, its sacredness is still believed. So do not be surprised if mocoan listeners often leave things related to their desires. The object is placed under the palm that will be read, so that the wish will come true. Like powder and comb, as a wish to have an attractive and charming appearance like the Prophet Yusuf.