Situs Warisan Budaya Tak Benda-Tari Petik Kopi merupakan kebudayaan yang berasal dari Desa Sumber Wringin, Kecamatan Sumber Wiringin, Kabupaten Bondowoso. Bondowoso adalah kota yang dikelilingi gunung dan dataran tinggi sehingga cocok digunakan sebagai lahan penghasil kopi yang telah dikenal secara meluas sejak masa Hindia Belanda hingga sekarang. Pada bulan Juli sampai September merupakan musim panen raya kopi. Pada saat panen raya kopi, seluruh petani kopi berkumpul di area kebun kopi. Saat acara panen raya kopi dimulai, disajikan pula berbagai macam makanan khas tradisional berupa Nasi Tumpeng untuk menggelar doa bersama sebagai tanda syukur dan luapan rasa senang serta suka cita para petani dan kemudian dihadirkan dalam tarian berupa Tari Petik Kopi. Tari Petik Kopi menggambarkan petani kopi perempuan yang kesehariannya tampak sederhana sedang memetik biji kopi untuk dipanen. Tarian petik kopi dibawakan oleh perempuan dengan busana berwarna merah dan menggunakan rok, sebagai arti bahwa petani kopi perempuan adalah perempuan berkarakter tegas dan luwes. Tari Petik Kopi diiringi musik ‘Tong-Tong’ yaitu Musik Tradisional dengan alat musik berupa Kentongan yang terbuat dari kayu dan bambu dengan berbagai skala ukuran, yang menimbulkan beragam bunyi-bunyian. Semua jenis kentongan kemudian dikolabirasikan menjadi satu sajian alunan musik yang indah dan merdu. Hingga saat ini, Tari Petik Kopi seringkali ditampilkan di berbagai acara di Kabupaten Bondowoso sebagai salah satu Identitas Daerah bahwa Kabupaten Bondowoso adalah penghasil kopi dengan cita rasa khas di dataran tinggi Ijen Raung.
Petik Kopi Dance is a culture originating from Sumber Wringin Village, Sumber Wiringin District, Bondowoso Regency. Bondowoso is a city surrounded by mountains and highlands so it is suitable for use as a coffee-producing area which has been widely known since the Dutch East Indies era until now. From July to September is the coffee harvest season. During the coffee harvest, all coffee farmers gather in the coffee plantation area. When the coffee harvest event begins, various kinds of traditional specialties such as Nasi Tumpeng are also served to hold a prayer together as a sign of gratitude and the joy and joy of the farmers are also served and then presented in a dance in the form of the Picking Coffee Dance.
Petik Kopi dance depicts a female coffee farmer whose daily life looks simple, picking coffee beans for harvest. The coffee picking dance is performed by women wearing red clothes and wearing skirts, as a meaning that female coffee farmers are women with firm and flexible characters. Petik Kopi dance is accompanied by 'Tong-Tong' music, which is Traditional Music with musical instruments in the form of Kentongan made of wood and bamboo with various size scales, which produce various sounds. All types of kentongan are then combined into one beautiful and melodious musical presentation. Until now, the Petik Kopi Dance is often performed at various events in Bondowoso Regency as one of the Regional Identity that Bondowoso Regency is a producer of coffee with a distinctive taste in the Ijen Raung plateau.